Beberapa waktu lalu saya diminta untuk menjadi pemateri sebuah
diskusi tentang keterbukaan informasi publik oleh salah satu rekan kantor
saya.
diskusi ini semacam roadshow sekaligus campaign yang
dipelopori oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS).
awalnya saya pikir hanya sebuah diskusi biasa. Ternyata saya cukup
kaget ketika menemukan bahwa nama saya ada dalam dispanduk acara tersebut.
Barulah saya sadar, acara ini sangat penting. Dan jujur seketika nyali saya
ciut. Ini pertama kalinya nama saya ada dalam jajaran pemateri diskusi publik
dan duduk bersanding dengan orang-orang hebat.
Well, saya memang bukan orang yang terlalu expert dalam
hal keterbukaan informasi publik (KIP). Tapi sedikit banyak saya paham mengenai
sejarah, peraturan maupun beberapa kajian teoritis mengenai keterbukaan
informasi publik.
Kebetulan ketika saya kuliah dulu isu ini yang saya angkat menjadi
skripsi saya, dan saya sempat mengenal baik salah satu orang yang expert tentang
KIP. Terlebih pekerjaan saya sebagai Asisten di salah satu lembaga negara,
membuat saya juga sedikit banyak bersentuhan dengan isu keterbukaan informasi
publik. Tapi bukan berarti saya tahu segalanya. Saya masih sama seperti orang
lain. Masih belajar.
Kembali ke diskusi publik tadi. Akhir-akhir ini pemberitaan
nasional tengah hangat membicarakan putusan Komisi Informasi terkait dokumen
hasil TPF Munir. Hasil putusan tersebut menyatakan bahwa pihak Termohon
Informasi dalam hal ini Kementerian Sekretariat Negara harus mengumumkan kepada
publik dokumen hasil TPF Meninggalnya Munir. Saya hanya akan menjelaskan
sedikit tentang Informasi Publik.
Informasi merupakan bagian dari HAM. Di
Indonesia informasi masuk kelompok general positive legal rights yaitu
hak yang dapat dinikmati oleh setiap orang yang diberikan oleh konstitusi dan
di tegakan oleh pengadilan.
Hak untuk mendapatkan informasi sendiri, termaktub
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945)
Pasal 28F yang artinya negara memiliki kewajiban dan bertanggungjawab
melindungi (to protect) dan memenuhi (to
fulfil) kebutuhan atas informasi setiap warga negara.
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi
dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya,
serta berhak untuk mencari dan memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Pengertian Informasi sendiri menurut Pasal 1 angka (1) UU No 14
Tahun 2008 Tentang KIP merupakan keterangan, pernyataan, gagasan,
dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan
pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang
dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan
format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara
elektronik ataupun nonelektronik.
Sedangkan Informasi Publik diartikan sebagai Informasi
yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu
badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara
dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya, serta
informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik (Pasal 1 angka (2) UU KIP).
Dalam UU KIP secara garis besar terdapat 2 jenis informasi Publik
yaitu;
1.
Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan baik secara
berkala, serta-merta, dan tersedia setiap saat. Informasi jenis ini biasanya
berkaitan dengan laporan kegiatan, kebijakan, laporan keuangan dll badan publik
yang memang harus diketahui oleh masyarakat secara umum.
2.
Informasi yang dikecualikan (Pasal 17 UU KIP); informasi jenis
ini biasanya dirahasiakan. secara subtansial UU KIP membagi informasi yang
dikecualikan sebagai berikut:
a)
Informasi tersebut jika dibuka dapat membahayakan negara;
b)
informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha
dari persaingan usaha tidak sehat;
c)
informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi;
d) informasi yang berkaitan
dengan rahasia jabatan; dan/atau
e)
informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau
didokumentasikan.
(Pasal 6 UU KIP)
Dalam kasus TPF Munir yang disengketakan oleh kawan-kawan KontraS
di Komisi Informasi menurut hemat saya bukan merupakan informasi yang
dikecualikan. Ada 2 point yang saya simpulkan kenapa informasi ini
layak dibuka.
1. Pada
penetapan ke Sembilan Kepres 111 tahun 2004 tentang Pembentukan Tim
Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir menyebutkan bahwa : Pemerintah
mengumumkan hasil penyelidikan Tim kepada masyarakat. Artinya informasi
ini merupakan informasi publik.
2. Sudah
ada Putusan Komisi Informasi tentang kasus Munir yang sebelumnya telah melalui
mekanisme uji konsekuensi informasi publik. Terdapat beberapa tahap Uji
konsekuensi dalam sengketa informasi publik;
a. Dilihat
dari konten informasi
b. Dasar
hukum
c. Alasan
informasi yang dikecualikan
d. Batas
waktu pengecualian informasi
e. Akibat
jika informasi dibuka dan manfaat jika informasi ditutup.
Dalam sengketa informasi yang dimaksud, unsur-unsur uji
konsekuensi ini telah terpenuhi. Dengan demikian, permohonan informasi yang
dilakukan oleh KontraS terhadap Kementerian Sekretarian Negara
(Kemensesneg) adalah terbuka.
Termohon informasi dalam hal ini adalah Kemensesneg), setelah
putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) diputuskan,
harus segera melaksanakan kewajibannya sesuai dengan ketentuan dalam UU No 14
tahun 2008 tentang KIP yaitu mengumumkan secara resmi hasil penyelidikan Tim
TPF kasus meninggalnya Munir kepada masyarakat sebagaimana yang tercantum pada
amar putusan KIP.
sebenarnya saya ingin berkomentar lebih jauh lagi mengenai kasus
Kematian Munir. akan tetapi, saya rasa saya belum memiliki kapasitas untuk
membicarakan hal ini lebih lanjut.
saya berharap dengan adanya putusan Komisi Informasi mengenai
kasus a quo, menjadi titik terang untuk mengungkap kasus kematian Munir dan
dalang dari pembunuhannya.
Semoga goal dari campaign yang diselenggarakan
oleh kawan-kawan KontraS ini dapat segera terwujud.
Salam,
Ade Fadjrianti Kariem
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar