• Malam Puisi vs. Puisi Malam





    Malam ini saya menghadiri sebuah pembacaan puisi disalah satu taman kota Gorontalo. Acara itu diselenggarakan oleh sebuah komunitas kecil yang anggotanya beberapa merupakan kawan saya. Satu kata untuk ini, Menarik! Saya tidak pernah menghadiri satupun acara seperti ini. Well, Saya memang pernah melihat orang-orang membacakan puisi, tapi dengan gaya sahut-sahutan, sambung menyambung seperti ini, ini baru pertamakalinya. Ada yang membacakan puisi karya orang lain yang diperoleh dari buku dan internet, ada yang membacakan puisinya sendiri, bahkan ada yang membuat puisi sendiri pada saat momen itu berlangsung. bukankah mereka keren? 😁
    Anda bisa saja bilang itu biasa saja, atau saya terlalu berlebihan. Tapi bagi saya ini adalah salah satu acara paling keren dan kreatif yang dilakukan oleh anak muda dengan memanfaatkan fasilitas taman kota. Sederhana namun hikmat.

    Mereka menyebutnya Malam Puisi. Acara yang diagendakan 2 minggu sekali pelaksanaannya. Malam dimana puisi-puisi indah berbagai tema dan aliran bertemu. Mulai dari kopi, hujan, dll. Aliran imaji hingga aliran realisme soaial. Malam dimana beberapa orang yang saya kenal berubah menjadi kreatif dan produktif dalam menciptakan puisi (sebelumnya saya tau mereka keren, tapi tidak sekeren malam ini. Hahaha) 😝
    Dan yang membuat saya merasa sangat amaze adalah untuk pertama kalinya saya juga ikut membacakan puisi malam ini. Salah satu Puisi milik pengarang yang saya lupa namanya menjadi pilihan saya untuk dibacakan. Saya tidak ingat kapan terakhir kali saya membacakan puisi didepan banyak orang. Mungkin kala SMA, kalau saya tidak salah ingat. Itupun hanya untuk memenuhi nilai praktek mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hahaha
    Saya penikmat puisi yang baik sebenarnya. Hanya saja saya bukan pembaca puisi yang baik. Trust me, saya sangat pemalu dan minder-an untuk tampil didepan orang banyak.
    Sayang sekali saya tidak sempat mengabadikan momen malam ini dengan kamera saya. Saya terlalu terpukau oleh keahlian mereka dalam membacakan puisi. Hanya video 10 detik di instagram story yang sempat saya lakukan untuk merekam. Dan itupun tidak maksimal. Mungkin pertemuan selanjutnya saya harus lebih prepare untuk mengabadikan momen amazing ini 😅

    Oh ya, melihat mereka bisa dengan sekejap membuat puisi, saya pun tertantang ikut tertantang dalam membuat puisi. Mungkin tidak sebagus puisi kawan-kawan saya, tapi izinkan saya men-share puisi itu disini. Puisi Malam yang saya buat akibat kecanduan racun malam puisi.
    Well, this is it :




    SALAM MARIA..

    Senja Oktober mulai terlihat. 
    Gema gema pujian mulai terdengar.
    Salam Maria.. Salam Maria.. Tuhan Sertamu.
    Begitu ucap mereka..

    Mereka berdoa, kemudian menyanyi. 
    Mereka terisak, kemudian tersenyum.
    Getir.. Wajah pucat berselimut duka.
    Salam Maria.. Salam Maria, Tuhan Sertamu.
    Begitu ucap mereka.

    Oktober tak lagi sama
    Rosario tak lagi damai (bagiku)
    Sebab kecemasan terlalu besar hari ini.

    Dibawah bayang Salib kayu tua, ku lihat kau menunggu. 
    Tubuhku gemetar. Lidahku kelu
    Perlahan ku menunduk dalam dalam
    Terasa keharuan yang mulai menggorogoti jantungku..

    Salam Maria.. Salam Maria.. Tuhan Sertamu.
    Ucapku sambil mengecup tubuh kaku mu..


    Ade, 
    Gorontalo, 22 Oktober 2016
    1:27 am






  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

Like and share

Instagram

Facebook

Search This Blog

Malam Puisi vs. Puisi Malam





Malam ini saya menghadiri sebuah pembacaan puisi disalah satu taman kota Gorontalo. Acara itu diselenggarakan oleh sebuah komunitas kecil yang anggotanya beberapa merupakan kawan saya. Satu kata untuk ini, Menarik! Saya tidak pernah menghadiri satupun acara seperti ini. Well, Saya memang pernah melihat orang-orang membacakan puisi, tapi dengan gaya sahut-sahutan, sambung menyambung seperti ini, ini baru pertamakalinya. Ada yang membacakan puisi karya orang lain yang diperoleh dari buku dan internet, ada yang membacakan puisinya sendiri, bahkan ada yang membuat puisi sendiri pada saat momen itu berlangsung. bukankah mereka keren? 😁
Anda bisa saja bilang itu biasa saja, atau saya terlalu berlebihan. Tapi bagi saya ini adalah salah satu acara paling keren dan kreatif yang dilakukan oleh anak muda dengan memanfaatkan fasilitas taman kota. Sederhana namun hikmat.

Mereka menyebutnya Malam Puisi. Acara yang diagendakan 2 minggu sekali pelaksanaannya. Malam dimana puisi-puisi indah berbagai tema dan aliran bertemu. Mulai dari kopi, hujan, dll. Aliran imaji hingga aliran realisme soaial. Malam dimana beberapa orang yang saya kenal berubah menjadi kreatif dan produktif dalam menciptakan puisi (sebelumnya saya tau mereka keren, tapi tidak sekeren malam ini. Hahaha) 😝
Dan yang membuat saya merasa sangat amaze adalah untuk pertama kalinya saya juga ikut membacakan puisi malam ini. Salah satu Puisi milik pengarang yang saya lupa namanya menjadi pilihan saya untuk dibacakan. Saya tidak ingat kapan terakhir kali saya membacakan puisi didepan banyak orang. Mungkin kala SMA, kalau saya tidak salah ingat. Itupun hanya untuk memenuhi nilai praktek mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hahaha
Saya penikmat puisi yang baik sebenarnya. Hanya saja saya bukan pembaca puisi yang baik. Trust me, saya sangat pemalu dan minder-an untuk tampil didepan orang banyak.
Sayang sekali saya tidak sempat mengabadikan momen malam ini dengan kamera saya. Saya terlalu terpukau oleh keahlian mereka dalam membacakan puisi. Hanya video 10 detik di instagram story yang sempat saya lakukan untuk merekam. Dan itupun tidak maksimal. Mungkin pertemuan selanjutnya saya harus lebih prepare untuk mengabadikan momen amazing ini 😅

Oh ya, melihat mereka bisa dengan sekejap membuat puisi, saya pun tertantang ikut tertantang dalam membuat puisi. Mungkin tidak sebagus puisi kawan-kawan saya, tapi izinkan saya men-share puisi itu disini. Puisi Malam yang saya buat akibat kecanduan racun malam puisi.
Well, this is it :




SALAM MARIA..

Senja Oktober mulai terlihat. 
Gema gema pujian mulai terdengar.
Salam Maria.. Salam Maria.. Tuhan Sertamu.
Begitu ucap mereka..

Mereka berdoa, kemudian menyanyi. 
Mereka terisak, kemudian tersenyum.
Getir.. Wajah pucat berselimut duka.
Salam Maria.. Salam Maria, Tuhan Sertamu.
Begitu ucap mereka.

Oktober tak lagi sama
Rosario tak lagi damai (bagiku)
Sebab kecemasan terlalu besar hari ini.

Dibawah bayang Salib kayu tua, ku lihat kau menunggu. 
Tubuhku gemetar. Lidahku kelu
Perlahan ku menunduk dalam dalam
Terasa keharuan yang mulai menggorogoti jantungku..

Salam Maria.. Salam Maria.. Tuhan Sertamu.
Ucapku sambil mengecup tubuh kaku mu..


Ade, 
Gorontalo, 22 Oktober 2016
1:27 am






Share This Article:

, ,

CONVERSATION

0 komentar :

Posting Komentar

About Me

featured Slider

Navigation Menu

Follow Us

Instagram

Flickr Images

Subscribe and Follow